[otw_is sidebar=otw-sidebar-4]

šŸ•Œ Tips Mengelola TPQ yang Profesional (BAB 3 DARI 21 BAB) Disusun oleh : Eko Wiratno

[otw_is sidebar=otw-sidebar-5]
[otw_is sidebar=otw-sidebar-7]

Bab 3 – Profesionalisme Pengelola TPQ

Setelah membahas tentang landasan, visi, misi, dan struktur organisasi, hal berikutnya yang sangat menentukan keberhasilan sebuah TPQ adalah profesionalisme para pengelolanya. Pengelola dalam konteks ini bukan hanya ketua atau ustadz, melainkan seluruh pihak yang terlibat, mulai dari pimpinan, pengurus, hingga tenaga pengajar. Profesionalisme pengelola akan membuat TPQ memiliki citra yang baik, dipercaya masyarakat, dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan lain.

Sayangnya, masih banyak TPQ yang dikelola dengan cara seadanya. Ketua TPQ hanya dianggap simbol tanpa peran nyata. Bendahara kadang tidak mencatat pemasukan dan pengeluaran dengan jelas. Sekretaris sering tidak membuat laporan administrasi. Bahkan ada ustadz yang mengajar tanpa persiapan, sehingga pelajaran menjadi monoton. Semua ini menunjukkan kurangnya profesionalisme. Padahal, untuk mengelola TPQ secara berkelanjutan, sikap profesional adalah kunci.

1. Kepemimpinan yang Visioner

Seorang ketua TPQ harus menjadi pemimpin yang visioner. Artinya, ia tidak hanya menjalankan rutinitas, tetapi juga memikirkan perkembangan jangka panjang. Ketua harus berani bermimpi besar, misalnya ingin menjadikan TPQ sebagai pusat pendidikan Qur’an di desanya, atau ingin melahirkan hafidz-hafidz muda dalam lima tahun ke depan. Dengan visi seperti itu, ketua akan lebih mudah menggerakkan pengurus lain. Seorang pemimpin yang hanya sibuk mengurusi hal teknis sehari-hari tanpa visi besar, ibarat nakhoda kapal yang hanya mendayung tanpa tahu ke mana tujuan pelayaran.

2. Sekretaris yang Tertib Administrasi

Sekretaris dalam TPQ bukan sekadar pencatat, melainkan pengatur alur administrasi. Tugas sekretaris sangat vital, mulai dari mencatat kehadiran santri, membuat jadwal mengajar, menyimpan arsip kegiatan, hingga menyusun laporan bulanan. Banyak TPQ yang terkesan tidak serius hanya karena administrasinya berantakan. Misalnya, wali santri bertanya tentang perkembangan anaknya, tetapi pengurus tidak memiliki catatan. Atau ketika donatur meminta laporan kegiatan, tidak ada dokumen yang bisa ditunjukkan. Semua itu membuat TPQ terlihat tidak profesional.

3. Bendahara yang Transparan dan Akuntabel

Urusan keuangan sering kali menjadi titik rawan dalam pengelolaan TPQ. Tidak sedikit TPQ yang akhirnya pecah karena masalah keuangan yang tidak transparan. Seorang bendahara harus mampu mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran dengan jelas. Laporan keuangan sebaiknya diumumkan secara berkala kepada pengurus, bahkan bisa juga disampaikan kepada wali santri atau masyarakat agar tidak menimbulkan kecurigaan. Transparansi bukan hanya soal angka, tetapi juga soal kepercayaan. Jika masyarakat percaya bahwa dana TPQ dikelola dengan baik, mereka tidak akan ragu untuk berdonasi lebih banyak.

4. Bidang Kurikulum yang Kreatif

Bidang kurikulum dan pengajaran harus dipegang oleh orang yang benar-benar memahami metode pendidikan Al-Qur’an. Ia harus mampu merancang kurikulum sesuai jenjang, memilih metode belajar yang tepat, dan mengevaluasi hasil belajar santri. Profesionalisme di bidang ini terlihat dari kemampuan menyusun jadwal kelas, menyusun target hafalan, hingga mengadakan ujian kenaikan jilid. Pengelola kurikulum yang tidak kreatif biasanya hanya menyalin metode lama tanpa inovasi. Akibatnya, santri cepat bosan dan sulit berkembang.

5. Bidang Humas yang Aktif

Salah satu kunci profesionalisme TPQ adalah bagaimana ia berhubungan dengan masyarakat. Bidang humas berperan penting untuk menjalin komunikasi dengan wali santri, tokoh masyarakat, takmir masjid, dan instansi pemerintah. Humas yang aktif akan membuat TPQ selalu mendapat dukungan. Misalnya, humas bisa membuat grup WhatsApp wali santri untuk berbagi informasi, membuat brosur kegiatan, atau mengunggah dokumentasi ke media sosial. TPQ yang mampu menampilkan citra baik di masyarakat akan lebih mudah mendapatkan donatur dan santri baru.

6. Ustadz/Ustadzah yang Berintegritas

Profesionalisme ustadz bukan hanya soal kemampuan membaca Al-Qur’an dengan fasih, tetapi juga soal kepribadian. Ustadz harus menjadi teladan dalam akhlak, disiplin, dan kesabaran. Mengajar anak-anak membutuhkan kesabaran yang luar biasa, apalagi jika santri masih pemula. Seorang ustadz yang mudah marah akan membuat anak takut belajar. Sebaliknya, ustadz yang sabar, lembut, tetapi tegas, akan membuat anak-anak nyaman dan bersemangat.

Ustadz profesional juga harus terus meningkatkan kompetensinya. Jangan puas hanya dengan kemampuan mengajar yang sudah ada. Ikuti pelatihan metodologi, belajar cara memanfaatkan media digital, dan memperbarui wawasan tentang psikologi anak. Ustadz yang tidak berkembang akan membuat TPQ stagnan.

7. Transparansi dan Akuntabilitas

Profesionalisme juga harus tercermin dalam keterbukaan. Pengurus harus berani terbuka kepada masyarakat tentang kegiatan dan keuangan TPQ. Setiap ada kegiatan besar, buat laporan tertulis. Setiap ada pemasukan, catat dengan rapi. Setiap ada pengeluaran, sertakan bukti. Akuntabilitas seperti ini akan menumbuhkan rasa percaya dari masyarakat. Ingat, kepercayaan adalah modal utama dalam mengelola TPQ.

8. Kerja Tim yang Solid

Profesionalisme tidak bisa dicapai jika pengurus bekerja sendiri-sendiri. Harus ada semangat kerja tim. Ketua tidak boleh merasa paling penting, bendahara tidak boleh merasa paling lelah, dan ustadz tidak boleh merasa paling berjasa. Semua harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari satu keluarga besar yang memiliki tujuan bersama: membesarkan TPQ. Kerja tim yang solid akan membuat semua beban terasa ringan.

9. Kedisiplinan dan Konsistensi

Profesionalisme tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi dengan kedisiplinan. TPQ yang profesional harus memiliki jadwal yang jelas dan dipatuhi. Jika jam belajar dimulai pukul 16.00, maka ustadz sudah harus hadir sebelum jam itu. Santri juga dilatih untuk datang tepat waktu. Konsistensi ini penting agar TPQ tidak dipandang main-main oleh masyarakat.

10. Semangat Keikhlasan yang Terorganisir

Hal terakhir yang sering terlupakan adalah mengelola keikhlasan. Banyak orang berpikir bahwa TPQ cukup berjalan dengan keikhlasan. Memang benar, keikhlasan adalah fondasi, tetapi keikhlasan saja tidak cukup. Keikhlasan harus dikelola dengan sistem yang terorganisir. Dengan begitu, TPQ tidak hanya bergantung pada semangat sesaat, tetapi bisa berjalan konsisten dalam jangka panjang.(BERSAMBUNG)

[otw_is sidebar=otw-sidebar-6]
author

Author: 

Leave a Reply