Harga Emas Naik ke USD 3.980 per Ons, Didukung Sentimen Risiko-Off Global
JAKARTA(JARINGAN ARWIRA MEDIA GROUP)- Harga emas dunia kembali menguat pada perdagangan Rabu (5/11/2025) waktu Indonesia Barat. Logam mulia itu naik ke kisaran USD 3.980 per ons troi, setelah sempat merosot pada sesi sebelumnya. Kenaikan ini dipicu oleh meningkatnya sentimen risiko-off di pasar keuangan global yang mendorong investor kembali melirik aset aman seperti emas.
Peningkatan harga emas terjadi di tengah tekanan dari pelemahan pasar saham global, terutama saham-saham teknologi dan kecerdasan buatan (AI) yang dinilai telah mencapai valuasi terlalu tinggi. “Investor mulai mencari perlindungan dari potensi koreksi pasar saham yang sudah terlalu panas,” ujar analis EWRC Indonesia, Eko Wiratno, saat dihubungi Rabu malam.
Menurut Eko, fenomena ini menunjukkan bahwa emas tetap menjadi pilihan utama saat ketidakpastian meningkat. “Ketika risiko pasar saham dan geopolitik naik, emas selalu menjadi instrumen lindung nilai yang paling cepat direspons investor global,” katanya.
Tekanan terbesar datang dari sektor saham teknologi dan AI di Amerika Serikat yang sejak pertengahan tahun melonjak tajam. Namun, kekhawatiran investor bahwa valuasi saham tersebut telah melampaui fundamentalnya, memicu aksi ambil untung (profit taking) secara luas.
Akibatnya, indeks saham utama di Wall Street, seperti Nasdaq Composite dan S&P 500, ditutup melemah pada perdagangan Selasa malam waktu New York. Efek domino penurunan itu turut menyeret pasar saham Asia pada Rabu pagi, termasuk IHSG yang sempat terkoreksi 0,8 persen pada sesi awal perdagangan.
Meski demikian, kenaikan harga emas masih tertahan oleh memudarnya ekspektasi pemotongan suku bunga lanjutan oleh The Federal Reserve (The Fed). Sejumlah pejabat bank sentral AS kembali menegaskan pandangan hawkish Ketua Jerome Powell, yang menyebut bahwa pemotongan suku bunga pada Oktober lalu bisa menjadi yang terakhir di tahun 2025. Pasar kini memperkirakan peluang pemotongan suku bunga tambahan pada Desember hanya sebesar 69 persen, turun signifikan dari 90 persen sebelum keputusan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pekan lalu.
Faktor lain yang memengaruhi pergerakan harga emas adalah penutupan sebagian lembaga pemerintahan federal AS yang sedang berlangsung. Kondisi ini menyebabkan terbatasnya publikasi data ekonomi resmi, seperti inflasi dan belanja konsumen, sehingga pelaku pasar beralih fokus ke data tenaga kerja swasta dan aktivitas manufaktur.
Dari sisi global, pasar juga mencermati langkah Pemerintah China yang baru saja mengakhiri pembebasan pajak jangka panjang bagi beberapa pedagang emas tertentu. Kebijakan tersebut dinilai dapat memperlambat lonjakan permintaan emas di pasar konsumen terbesar dunia itu.
“China selama ini menjadi pendorong utama permintaan emas fisik global. Jika kebijakan pajak diperketat, bisa menahan pembelian emas ritel di sana,” kata Eko Wiratno.
Ia menambahkan, meskipun kebijakan itu bersifat domestik, dampaknya terasa ke pasar internasional karena China menguasai porsi besar konsumsi emas dunia, terutama menjelang periode liburan akhir tahun.
Meski menghadapi tekanan dari sisi kebijakan moneter dan kebijakan China, prospek emas dalam jangka menengah masih dinilai positif. Banyak analis memperkirakan harga emas akan bertahan di atas USD 3.900 per ons hingga akhir tahun, terutama jika ketidakpastian global meningkat.
“Selama geopolitik tetap panas dan inflasi tidak turun signifikan, emas akan tetap menjadi aset lindung nilai utama,” ujar Eko Wiratno. Ia menambahkan, potensi rebound harga bisa kembali menguat menuju level USD 4.050 per ons jika data tenaga kerja AS melemah dan The Fed memberikan sinyal dovish pada pertemuan bulan Desember.
Kenaikan harga emas ke level USD 3.980 per ons menegaskan peran logam mulia ini sebagai instrumen perlindungan nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global. Meski kenaikan masih dibatasi oleh ekspektasi suku bunga tinggi, tekanan pasar saham dan potensi pelemahan ekonomi AS memberi ruang bagi emas untuk tetap bersinar.
Dalam jangka pendek, pelaku pasar akan memantau laporan tenaga kerja dan pernyataan pejabat The Fed berikutnya untuk mengukur arah kebijakan moneter. Jika data ekonomi memburuk, emas berpeluang menguat lebih tinggi — sementara stabilitas global tetap menjadi faktor kunci di balik daya tarik aset aman tersebut.(**)









