Remaja Sehat Tanpa Rokok, Masa Depan Bangsa Oleh: Gani Apriningtyas Budiyati (Dosen Prodi Keperawatan STIKES Surya Global Yogyakarta, Mahasiswa Program Studi Doktor Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat-UNS)
Sering kita memiliki asumsi ketika membicarakan satu kata yaitu remaja. Sebuah fase kehidupan manusia yang sering diartikan sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Fase ini juga dikenal dengan fase “topan badai”. Isitlah tersebut muncul karena pada fase inilah individu diidentifikasi sedang mencari jati dirinya. Menyesuaikan antara lingkungan luar dengan norma yang ada dalam dirinya. Hal-hal yang identik dengan eksplorasi.
Eksplorasi pada remaja ini juga terkait dengan karakter remaja yang beranjak dari masa anak-anak ke dewasa. Banyak hal baru yang ingin mereka coba. Lingkungan sangat berpengaruh pada perkembangan dan perilaku para remaja. Dengan karakter remaja dan berdasarkan beberapa teori perkembangan seolah menempatkan remaja pada posisi dimaklumi ketika mereka ingin bebas, ketika remaja melakukan kesalahan atau ketika remaja cenderung kurang bertanggung jawab. Masyarakat pun memaklumi ketika remaja terkadang keluar batas dari norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal –hal inilah yang akan lebih baik jika dikembalikan lagi pada batasan-batasan yang sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga atau masyarakat.
Adanya suatu pemikiran bahwa remaja harus menjadi pribadi yang sehat, berdaya, kreatif dan bertanggung jawab merupakan karakter yang harus ditanamkan pada lingkungan sosial maupun pada remaja itu sendiri. Jika kita tilik sejarah, kita dapat melihat bahwa remaja (pemuda) merupakan sumber daya manusia yang memiliki kekuatan dan berdaya serta mampu membangun tatanan peradaban. Dalam sejarah agama samawi kita dapat melihat bahwa para rasul/nabi sejak usia muda sudah terlatih untuk menggembalakan ternak. Menggembalakan ternak jika kita tilik lagi maknanya dapat diartikan sebagai sebuah pekerjaan atau aktivitas yang memerlukan tanggung jawab, kesabaran, keteraturan dan ketekunan dalam prosesnya, artinya bahwa karakter –karakter tersebut sudah harus ditanamkan pada para pemuda sebelum mereka beranjak dewasa. Pada masa remaja inilah terjadinya penggemblengan karakter sehingga mereka dapat menjadi generasi yang mampu diharapkan.
Berkaitan dengan karakter remaja yang senang bereksplorasi, tidak jarang eksplorasi tersebut mengarah pada perilaku negatif yang dapat berisiko bagi kesehatan remaja. Salah satu contoh perilaku berisiko tersebut yaitu perilaku merokok. Perilaku merokok pada beberapa sumber disebutkan tergolong sebagai perilaku berisiko yang dapat menjadi gerbang pembuka bagi perilaku berisiko lainnya seperti penyalahgunaan zat berbahaya (penyalahgunaan narkoba) konsumsi alkohol, maupun kenakalan remaja lain. Hal ini tentunya perlu mendapatkan perhatian dan bimbingan dari orang-orang terdekat maupun lingkungannya.
Perilaku merokok dapat didefinisikan sebagai aktivitas membakar produk tembakau atau turunannya. Perilaku ini menjadi salah satu permasalahan kesehatan tidak hanya di Indonesia namun juga dunia. Di Amerika menunjukkan bahwa 10% remaja kelas 12 sudah merokok. Di sisi lain, perokok di usia remaja merupakan indikator perokok aktif di usia dewasa (Hu et al., 2020). Sedangkan untuk Indonesia, salah satu penelitian menyebutkan bahwa 9% remaja pada usia 10-18 tahun menjadi perokok (Sutrisno & Melinda, 2021). Melihat data adanya peningkatan perilaku merokok dari tahun ke tahun , maka perilaku merokok ini seyogyanya dapat dicegah lebih dini.
Pencegahan perilaku merokok ini penting mengingat dampak yang ditimbulkan dari perilaku merokok antara lain yaitu berbagai penyakit yang timbul seperti penyakit gangguan pernapasan, adanya kecanduan dan penyakit kronis yang dapat timbul seperti kanker. Dapat dibayangkan jika perokok saat usia remaja merupakan prediktor perokok di usia dewasa, maka waktu terpapar rokok dalam rentang tersebut dapat menimbulkan keparahan penyakit. Remaja yang diharapkan menjadi generasi sehat dan produktif, menjadi generasi yang dapat menjadi beban negara karena kondisi kesehatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku merokok masih menjadi perilaku penyebab kematian tertinggi yang sebenarnya dapat dicegah.
Remaja sebagai sumber daya pembangunan bangsa, sesuai dengan konsep pemberdayaan pembangunan yang diharapkan menjadi agen perubahan menjadi tidak memiliki daya jika tidak dalam kondisi yang sehat, baik fisik maupun mental. Oleh karena itu perlu adanya dukungan berbagai pihak dalam rangka mencegah atau mengurangi perilaku merokok pada remaja dengan berbagai upaya seperti penerapan Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan remaja, penyuluhan terkait bahaya merokok pada remaja, adanya komunitas-komunitas penggiat pencegahan perilaku merokok maupun penelitian-penelitian berkaitan dengan perilaku merokok pada remaja.
Di beberapa tempat, upaya-upaya pencegahan perilaku merokok tersebut telah dilakukan, namun perlu adanya penegasan terhadap upaya pencegahan tersebut. Sebagaiamana adanya Kawasan Tanpa Rokok di beberapa tempat, seringkali belum ditegakkan secara tegas. Sekolah-sekolah dengan peraturan pelarangan merokok juga belum mendapatkan dukungan dalam penegakan kedisiplinan.
Upaya pencegahan perilaku merokok juga memerlukan dukungan dari pemerintah berupa kebijakan-kebijakan. Seperti halnya kebijakan pembatasan usia pembelian rokok, penerapan kebijakan jarak gerai rokok dengan lingkungan sekolah remaja hingga peningkatan pajak atau cukai rokok Nesson (2017). Upaya-upaya tersebut diharapkan dapat dilakukan dengan sejalan dan bersama-sama sehingga terciptalah kondisi remaja yang sadar dan bertanggungjawab atas kesehatan serta mencegah perilaku merokok dengan penuh kesadaran.
Remaja yang sehat, remaja yang kuat merupakan salah satu pondasi dalam pemberdayaan masyarakat. Memberikan lingkungan yang kondusif bagi remaja untuk bereksplorasi dengan memberikan ruang bagi remaja bersekspresi secara positif dan menjadi ruang bagi mereka dalam memperoleh informasi yang benar terkait kesehatan terutama perilaku merokok adalah salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk memiliki generasi muda yang dapat menjadi harapan bangsa.
Referensi:
Hu, T., Gall, S. L., Widome, R., Bazzano, L. A., Burns, T. L., Daniels, S. R., Dwyer, T., Ikonen, J., Juonala, M., & Kähönen, M. (2020). Childhood/adolescent smoking and adult smoking and cessation: The International Childhood Cardiovascular Cohort (i3C) Consortium. Journal of the American Heart Association, 9(7), e014381.
Nesson, E. (2017). The impact of tobacco control policies on adolescent smoking: Comparing self-reports and biomarkers. American Journal of Health Economics, 3(4), 507–527.
Sutrisno, R. Y., & Melinda, F. (2021). The Effects of Cigarette Advertisement and Peer Influence on Adolescent’s Smoking Intention in Indonesia. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 9(T4), 291–295.
Related
- Prev Univet Bantara Sukoharjo Wisuda 622 Mahasiswa Hari ini, Ratno Susanto Direktur EWRC Sampaikan Selamat.
- Next Pengaruh Pandemi Covid 19 terhadap kesehatan dan social kemasyarakatan (Goresan Sederhana dalam Mengapreasiasi Hari Kesehatan Nasional) Oleh: Sri Suwarni (Dosen Poltekkes Surakarta, Mahasiswa S3 Pemberdayaan Masyarakat UNS)