DUNIA DALAM GENGGAMAN, BAGAIMANA DEKADENSI MORAL PADA FINTECH? Oleh : Wahjoe Mawardiningsih Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Surakarta, Mahasiswa CSR Penyuluhan Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Program Doktor Sekolah Pascasarjan Universitas Sebelas Maret
Era digital yang merambah dunia, awal mulanya terasa sangat bermanfaat di bidang yang menunjang kegiatan manusia untuk saling berinteraksi. Dunia interaksi manusia yang saling menyapa secara langsung, berangsur kian memudar, akibat hadirnya dunia gadget sebagai media komunikasi yang sangat praktis, mudah, dan menarik. Gadget yang berupa phone dalam genggaman yang hampir dimiliki oleh tiap orang, bahkan ada yang memiliki lebih dari satu buah, membuat tidak hanya dunia komunikasi serasa dekat dan sewaktu-waktu bisa dilakukan, ternyata juga mampu menunjang kegiatan manusia lainnya.
Banyak kegiatan manusia yang bisa dilakukan dengan mudah melalui handphone. Kegiatan tersebut antara lain mencari ilmu pengetahuan, mencari lokasi suatu tempat, termasuk mencari uang. Kegiatan mencari uang melalui handphone sudah diterapkan, bisa dengan cara: menawarkan dagangan untuk berbisnis, mencari informasi lowongan pekerjaan, mencari uang dalam arti sesungguhnya, dan menawarkan uang untuk dipinjamkan.
Dua fenomena terakhir ini yang akan dibahas di sini. Dulu kala manusia belum mengenal uang dikarenakan adanya sistem barter, dalam perkembangannya, barter terasa kurang praktis, maka lahirlah benda yang disebut “uang” untuk memudahkan manusia memenuhi kebutuhannya dengan tepat dan cepat. Diakui atau tidak, “uang” adalah sesuatu yang sering “dipuja”, selalu diimpikan dan diharapkan oleh manusia untuk selalu dimiliki.
Namun terkadang ada orang yang tidak bisa memiliki uang sesuai harapannya, maka salah satu solusi guna mendapatkan uang dengan cepat adalah dengan cara meminjam. Kegiatan meminjam uang ke orang atau pihak lain yang memiliki uang, sering disertai dengan persyaratan yang harus disepakati di awal, sebelum uang pinjaman tersebut diberikan. Syarat-syarat dari pihak pemberi pinjaman, terkadang ada yang tidak sepenuhnya dipahami dengan baik oleh peminjam, karena faktor tidak sengaja (peminjam tidak fokus pada apa saja yang menjadi persyaratan, kurang teliti), maupun faktor sengaja dari pihak pemberi pinjaman.
Mengingat era digital, terdapat banyak kemudahan serta ada kemungkinan orang membutuhkan uang segera, hal ini ditangkap sebagai peluang bisnis oleh beberapa organisasi. Organisasi yang bergerak di bidang jasa keuangan, memberi fasilitas meminjamkan uang dengan prosedur mudah dan cepat (hal yang menjadi tuntutan banyak orang/pihak). Yaitu dengan cara peminjam melakukan pengajuan dengan proses yang sangat sederhana tidak ribet, dan secepatnya nasabah atau pihak peminjam atau dalam dunia ekonomi dikenal dengan nama debitur, akan segera mendapat uang pinjaman yang langsung masuk ke dalam rekening milik debitur. Inilah yang disebut dengan istilah “pinjol”, pinjaman on line. Pinjol ini merupakan salah satu contoh dari penerapan fintech. Sebagaimana yang tertulis dalam detikfinance, fintech adalah salah satu inovasi yang dihadirkan oleh industri jasa keuangan dengan memanfaatkan penggunaan teknologi.
Organisasi jasa pelayanan keuangan yang bergerak dalam peminjaman dengan menerapkan fintech dalam kurang dari satu dasa warsa ini cukup marak di Indonesia. Bidang jasa tersebut awal-awalnya banyak disalahgunakan oleh pemberi pinjaman online atau disebut kreditur online. Banyak para debitur berteriak protes, akibat dari ulah para kreditur yang melakukan penyimpangan dalam proses penagihan kepada debitur. Apabila dulu para pebisnis yang melakukan penjualan dengan sistem kredit, apabila debitur terlambat dalam melakukan pembayaran, perusahaan akan menggerakkan para debt collector untuk melakukan penagihan dengan cara lebih tegas dan keras daripada hanya sekedar menagih melalui surat atau telpon.
Para debt collector yang terkenal sangat tegas, bisa jadi ada beberapa yang melakukan dengan cara kekerasan, kini mulai berkurang jumlahnya karena akan merugikan banyak pihak. Maka langkah lain yang dilakukan oleh pihak kreditur online atau organisasi pinjol, yaitu dengan cara halus dan modern, yaitu menggunakan kekuatan teknologi agar debitur segera membayar cicilan, bunga berikut denda yang belum dibayarkan sesuai waktu jatuh tempo yang telah disepakati. Cara tersebut, sangat merugikan debitur.
Di sini terjadi adanya perubahan yang tentu membawa dampak negatif yang menjadi salah satu alasan mengapa banyak sekali terjadi perubahan sosial yang berkaitan dengan moral masyarakat yang sifatnya negatif atau mengalami kemunduran. Keadaan ini dipahami sebagai suatu bentuk Dekadensi Moral. Moral debitur dirusak oleh para kreditur, terjadi dekadensi moral dari para kreditor pinjol. Cara yang dilakukan untuk merusak nama baik dari para debitur, dengan cara para kreditur menyebarkan informasi data pribadinya ke saudara, teman, kolega dari para debitur yang mengalami kemacetan dalam pembayaran, akibatnya debitur merasa dirugikan secara moril dan materiil, di mana biasanya dalam perjanjian tidak tercantum kesepakatan kedua pihak atas sistem penagihan pembayaran pinjaman tersebut yang jelas-jelas merugikan debitur.
Martina Fina Dei di dalam paper Prosiding yang berjudul Transaksi Pinjaman Online Ditinjau dari Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatakan bahwa debitur merasa dirugikan akibat ulah kreditur yang menyalahgunakan data pribadi debitur untuk melakukan teror dalam penagihan. Lebih lanjut Martina Fina Dei kembali menegaskan bahwa menyalahgunakan data pribadi debitur termasuk perbuatan wanprestasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga resmi milik pemerintah yang berada di bawah Kementrian Keuangan, semakin ketat mengatur pelaksanaan dari ijin berdirinya organisasi jasa pinjol ini. Maka banyak jasa pinjol yang tutup, tidak diijinkan beroperasional. Hal tersebut terlihat dari semula jumlah jasa pinjol dari semula lebih dari 150, kini per September 2022, tinggal 102 daftar nama organisasi yang bergerak dibidang peminjaman online legal telah resmi dan diawasi OJK
Walaupun pemerintah telah mengatur dengan jelas tentang jasa peminjaman keuangan melalui online, sebaiknya pemerintah melalui Lembaga OJK, lebih sering memantau praktek sistem pinjam dan penagihan kepada para organisasi yang bergerak di bidang tersebut. Serta apabila masyarakat menghendaki melakukan peminjaman dengan sistem online, sebaiknya dicek dan diperhatikan segala kelayakan operasional termasuk ijin operasionalnya organisasi jasa pinjol tersebut haruslah resmi di bawah pengawasan OJK.
Sumber kajian:
https://finance.detik.com/fintech/d-5946443/daftar-103-pinjol-resmi-ojk-terbaru-2022-jangan-salah-pilih
https://www.websitependidikan.com/2018/06/pengertian-dan-contoh-dekadensi-moral-serta-cara-mengatasinya.html
https://conference.upnvj.ac.id/index.php/ncols/article/view/1353/926
Related
- Prev “ELDERLY ABUSE” IRONI DI TENGAH MODERNISASI DAN DIGITALISASI Oleh : Diyono, S.Kep.,Ns.,M.Kes Dosen Sekolah Tingi Ilmu Kesehatan Panti Kosala/Mahasiswa Program Studi Doktor (S3) Penyuluhan Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat Minat Utama Promosi Kesehatan Sekolah Paskasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
- Next Mengulik Kampung Botol Potret Kemiskinan yang tersentuh Inovasi dan Pemberdayaan dari Sampah menjadi Berkah. Oleh Iin Nilawati, Dosen Prodi Kebidanan D3 STIKes Sapta Bakti, Bengkulu, Mahasiswa Promosi Kesehatan Penyuluh Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.