[otw_is sidebar=otw-sidebar-4]

Bekerja dan MengASIHi, upaya untuk membantu percepatan Pembangunan Kesehatan Oleh : Ummi Kulsum Mahasiswa Doktor Penyuluhan Pembangunan/ Pemberdayaan Masyarakat-Promkes Universitas Sebelas Maret Surakarta

[otw_is sidebar=otw-sidebar-5]
[otw_is sidebar=otw-sidebar-7]

Kesehatan merupakan investasi penting untuk mendukung pembangunan suatu negara dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Hal ini sudah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 melalui pembangunan nasional yang berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, sebagai modal untuk pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.

Kesehatan global berfokus pada isu-isu kesehatan dunia yang membutuhkan kerja sama lintas negara, bersifat multidisipliner, lintas sektor, dan bertujuan untuk meningkatkan dan mencapai kesetaraan status kesehatan masyarakat dunia. Tujuan ini termanifestasi dalam rencana aksi global guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan yang disebut dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Adalah suatu kewajiban moral bagi setiap negara untuk mencapai target dan tujuan yang tercantum dalam SDGs. Termasuk di bidang kesehatan yang memiliki tujuan yaitu “Good Health and Well Being”

Pembangunan kesehatan menjadi salah satu fokus pemerintah dalam membuat perencanaan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Panjang baik di tingkat Nasional maupun di bidang Kesehatan. Namun, dalam pelaksanaannya sendiri pembangunan kesehatan di Indonesia menemui berbagai tantangan yang dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat. Hingga saat ini, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam pembangunan kesehatan. Tantangan yang masih harus dihadapi antara lain adanya bonus demografi yang juga berdampak pada peningkatan angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta balita yang mengalami gizi kurang.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi dan angka kematian balita adalah dengan pemberian ASI eksklusif. Menurut WHO dan UNICEF (2020) pemberian ASI eksklusif dapat menyelamatkan nyawa 820.000 anak setiap tahun, menghasilkan US $ 302 miliar pendapatan tambahan.

Pada tahun 2018 diperkirakan 6,2 juta anak dan remaja di bawah usia 15 tahun meninggal, sebagian besar karena penyebab yang dapat dicegah. Dari kematian ini, 5,3 juta terjadi dalam 5 tahun pertama, dengan hampir setengahnya terjadi pada bulan pertama kehidupan. Sustainable Development Goals menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000 kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian ASI dilaksanakan dengan baik (WHO, 2020).

Dalam pemberian ASI / mengASIhi secara eksklusif nyatanya tidak selalu mudah. Ada beberapa tantangan dalam pemberian ASI eksklusif, terutama pada ibu bekerja. Masih banyak ibu bekerja yang tidak memberikan ASI secara eksklusif. Di tempat bekerja masih banyak juga yang tidak menyediakan ruang khusus bagi ibu menyusui untuk memerah ASI. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan mengimbau kepada para pengusaha, pengelola tempat kerja/perkantoran baik milik pemerintah maupun swasta untuk dapat mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemberian ASI eksklusif kepada bayi sampai umur 6 bulan melalui upaya-upaya yaitu: memberikan kesempatan kepada pekerja perempuan yang masih menyusui untuk memberikan ASI kepada bayi/anaknya selama jam kerja; menyediakan tempat untuk menyusui bayinya berupa ruang ASI dan tempat penitipan anak apabila kondisi tempat kerja memungkinkan untuk membawa bayi/anaknya; atau menyediakan ruang dan sarana prasarana untuk memerah ASI dan menyimpan ASI ditempat kerja, agar ibu selama bekerja tetap dapat memerah ASI untuk selanjutnya dibawa pulang setelah selesai bekerja.

Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 128 mengamanatkan setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, Hal ini didukung oleh Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 83 menyebutkan bahwa pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilaksanakan selama waktu kerja.

 

 

 

[otw_is sidebar=otw-sidebar-6]
author

Author: 

Leave a Reply