Utang Capai Rp. 7.733 Triliun Lebih, Begini Tanggapan Pendiri EWRC Indonesia Eko Wiratno.
JAKARTA(Jaringan Arwira Media Group)- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang Pemerintah Indonesia menembus Rp7.733,99 triliun sepanjang 2022, dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) yakni 39,57 persen. Dikutip dari buku APBN KiTa edisi Januari 2023, secara nominal, utang Indonesia lebih besar dibandingkan dengan November 2022. Pada bulan tersebut, total utang mencapai Rp7.554,25 triliun dengan rasio 48,65 persen terhadap PDB.
Penjelasan dalam buku tersebut menyatakan fluktuasi posisi utang pemerintah dipengaruhi oleh adanya transaksi pembiayaan berupa penerbitan dan pelunasan surat berharga negara (SBN), penarikan dan pelunasan pinjaman, serta perubahan nilai tukar. Berdasarkan rinciannya, utang Pemerintah Indonesia terbagi ke dalam beberapa jenis. SBN mendominasi mencapai Rp6.846,89 triliun alias setara 88,53 persen utang Indonesia. Sedangkan 11,47 persen sisanya dalam bentuk pinjaman, yakni Rp19,67 triliun pinjaman dalam negeri dan Rp867,43 triliun pinjaman luar negeri.
Kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan Bank Indonesia (BI), sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak 2019 menyentuh 38,57 persen. Kemudian hingga akhir 2021 tercatat 19,05 persen dan per Desember 2022 kepemilikan investor asing dalam SBN hanya 14,36 persen. Kemenkeu mengatakan hal tersebut menjadi upaya pemerintah konsisten dalam rangka mencapai kemandirian pembiayaan dan didukung likuiditas domestik yang cukup. Namun, pemerintah akan terus mewaspadai berbagai risiko yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing, seperti pengetatan likuiditas global dan dinamika kebijakan moneter negara maju.
Jika dilihat berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik alias rupiah sebesar 70,75 persen. Kemenkeu mengklaim langkah ini menjadi salah satu tameng pemerintah menghadapi volatilitas yang tinggi pada mata uang asing dan dampaknya terhadap pembayaran kewajiban utang luar negeri.
Terpisah dari Klaten, Pendiri EWRC Indonesia, Eko Wiratno Menanggapi beban utang yang semakin besar akan memberatkan keuangan negara karena utang berpotensi menjadi beban fiskal apabila produktivitas hutang rendah terlebih hutang meninggalkan silpa yang besar.
Utang yang produktivitasnya tinggi maka akan mengerek perekonomian dan bisa membayar utang itu pada periode tahun berikutnya. Artinya, peran utang dalam rangka penambahan fiskal yang berfungsi meningkatkan produktivitas ekonomi.
“Secara makro kondisi ekonomi banyak tantangannya, tidak hanya gejolak global juga domestik. Utang jika tidak diatur dengan bijak dan profesional maka berpotensi membahayakan kinerja perekonomian nasional,” terangnya.(**)