[otw_is sidebar=otw-sidebar-4]

Wulan Ariya Utami, S.Pd Mahasiswa UT

[otw_is sidebar=otw-sidebar-5]
[otw_is sidebar=otw-sidebar-7]
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Berdasarkan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, bahwa akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

Menurut Bappenas (2003) definisi akuntabilitas adalah alat untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan.

Selanjutnya, definisi akuntabilitas menurut Mardiasmo ialah :

Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitasnya dan kegiatannya yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas publik terdiri dari akuntabilitas vertikal (vertical accuntability), dan akuntabilitas horisontal (horizontal accountability)

(Mardiasmo, 2002:20)

Tuntutan dilaksanakannya akuntabilitas publik mengharuskan pemerintah daerah memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan. Pemerintah daerah harus melakukan vertical reporting, yaitu pelaporan kepada pemerintah atasan (termasuk pemerintah pusat), akan tetapi juga melakukan horizontal reporting, yaitu pelaporan kinerja pemerintah daerah kepada DPRD dan masyarakat luas sebagai bentuk horizontal accountability.

Menurut Bappenas (Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional), indikator akuntabilitas adalah:

  1. Keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan komitmen diantara aparat,
  2. Adanya forum untuk menampung partisipasi masyarakat yang representatif, jelas arahnya dan dapat dikontrol bersifat terbuka dan inklusif, harus ditempatkan sebagai mimbar masyarakat mengekspresikan keinginannya,
  3. Kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan keputusan,
  4. Fokus pemerintah adalah pada memberikan arah dan mengundang orang lain untuk berpartisipasi,
  5. Visi dan pengembangan berdasarkan pada konsensus antara pemerintah dan masyarakat,
  6. Akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan. (Bappenas, 2003: 11)
Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik adalah melalui penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif. Meinarsih (2010:11) dalam majalah Akuntan Indonesia mengatakan bahwa laporan yang dibuat bermuara pada peraturan perundang-undangan. Pemerintah tentunya mempunyai target, baik target akuntabilitas keuangan maupun akuntabilitas kinerja. Target akuntabilitas keuangan yang dicanangkan pemerintah adalah 60% dari seluruh jumlah pemerintah daerah pada tahun 2014 harus mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Dapat dikatakan bahwa suatu organisasi yang transparan dan akuntabel adalah organisasi yang mampu menyajikan informasi secara terbuka mengenai keputusan-keputusan yang telah diambil selama beroperasinya organisasi tersebut, dan memungkinkan stakeholder untuk mereview informasi tersebut, dan apabila dibutuhkan maka harus ada kesediaan untuk mengambil tindakan korektif. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses, dan diperoleh oleh masyarakat. Ini berarti bahwa pemerintah daerah harus membuka akses kepada stakeholder secara luas atas laporan keuangan yang dihasilkannya, misalnya dengan mempublikasikan laporan keuangan daerah melalui surat kabar, internet, ataupun cara yang lainnya.

[otw_is sidebar=otw-sidebar-6]
Rate this article!
author

Author: 

Leave a Reply